Overfeeding

Kenali Tanda Overfeeding pada Bayi dan Risikonya

Orang tua harus mengenali tanda-tanda bayi mengalami overfeeding atau memberikan makanan secara berlebihan kepada bayi. Overfeeding biasanya terjadi ketika memberikan makanan dengan takaran botol atau wadah, padahal tidak sesuai dengan takaran yang dibutuhkan bayi.

Hal ini misalnya memberikan susu formula menggunakan botol, bayi akan menghabiskan susu sesuai dengan volume botol susu. Hal tersebut bisa menyebabkan bayi kekenyangan tanpa diketahui oleh orang tua. 

 

Ini Dia Tanda-tanda Bayi Mengalami Overfeeding!

Agar bayi Anda terhindar dari overfeeding, maka kenali tanda-tanda atau gejala jika bayi mengalami overfeeding. Berikut ini adalah 4 tanda-tanda dasar yang dapat Anda amati jika bayi mengalami overfeeding.

 

1. Muntah Berlebihan

Bayi yang mengalami overfeeding sering kali mengeluarkan muntah dengan volume yang banyak. Muntah ini biasanya terjadi segera setelah menyusui atau minum susu botol. Cairan yang dimuntahkan dapat berwarna putih atau sesuai warna susu yang dikonsumsi.

Frekuensi muntah pada bayi yang overfeeding cenderung lebih sering dibandingkan bayi normal. Muntah bisa terjadi hampir setelah setiap kali menyusui atau minum susu. Kondisi ini menandakan pencernaan bayi tidak mampu menampung asupan makanan yang berlebihan.

Muntah pada bayi overfeeding biasanya tidak disertai tanda-tanda sakit atau demam. Bayi terlihat cukup aktif dan tidak menunjukkan gangguan kesehatan lain. Namun, muntah berlebih dapat menyebabkan dehidrasi jika tidak segera ditangani.

 

2. Distensi Perut

Perut bayi yang mengalami overfeeding terlihat lebih besar dan kembung dibandingkan ukuran normal. Perut tampak membesar dan terasa keras saat diraba. Kondisi ini disebabkan oleh asupan makanan yang melebihi kapasitas pencernaan bayi.

Distensi pada perut bayi dapat membuat bayi merasa tidak nyaman, gelisah, dan menangis. Bayi akan sering menangis atau menunjukkan sikap tidak tenang akibat kembungnya perut. Gerakan bayi pun terlihat lebih lambat dan kurang aktif.

Perut yang membesar bisa menghambat proses pencernaan makanan dengan normal. Bayi akan mengalami kesulitan dalam mencerna susu atau makanan tambahan yang dikonsumsi. Hal ini dapat memengaruhi penyerapan nutrisi di dalam tubuh bayi.

 

3. Berat Badan Naik Drastis

Bayi yang mengalami overfeeding akan menunjukkan kenaikan berat badan yang sangat cepat dan tidak proporsional. Pertambahan berat badan terjadi dalam waktu singkat dan melebihi kurva pertumbuhan normal. Hal ini menandakan asupan kalori yang berlebihan.

Kenaikan berat badan yang drastis dapat menjadi indikasi pemberian asupan makanan yang tidak sesuai kebutuhan. Bayi menerima jumlah susu atau makanan yang jauh melebihi kebutuhan metabolismenya. Kondisi ini dapat berdampak pada risiko obesitas di kemudian hari.

Pertumbuhan yang tidak seimbang akan terlihat dari perbandingan antara tinggi badan dan berat badan bayi. Bayi tampak gemuk berlebihan namun tidak proporsional dengan pertumbuhan tinggi badannya. Hal ini menandakan adanya ketidakseimbangan nutrisi.

Pemantauan rutin pertumbuhan bayi melalui kartu menuju sehat sangat penting. Orangtua dapat membandingkan grafik pertumbuhan dengan standar yang direkomendasikan. Konsultasi dengan dokter anak dapat membantu menentukan pola pemberian asupan yang tepat.

 

4. Gangguan Pencernaan

Bayi yang mengalami overfeeding akan menunjukkan gejala gangguan pencernaan yang membuat bayi kesakitan. Bayi sering mengalami konstipasi atau diare akibat tidak mampu mencerna makanan dengan baik. Sistem pencernaan bayi menjadi terganggu karena asupan yang berlebihan.

Frekuensi buang air besar bayi akan berubah dan tidak teratur. Bayi bisa mengalami kesulitan dalam mengeluarkan kotoran atau sebaliknya, mengeluarkan kotoran dengan frekuensi yang sangat sering. Kondisi ini menandakan adanya gangguan pada saluran pencernaan.

Gangguan pencernaan dapat memengaruhi mood dan kualitas tidur bayi. Bayi akan terlihat lebih rewel dan sulit ditenangkan akibat ketidaknyamanan dalam pencernaan. Hal ini dapat berdampak pada perkembangan psikomotor bayi secara keseluruhan.

Orangtua perlu memperhatikan pola buang air besar dan tanda-tanda gangguan pencernaan lainnya. Pemberian asupan yang tepat dan sesuai kebutuhan sangat penting untuk menjaga kesehatan bayi. Konsultasi dengan dokter anak dapat membantu mengatasi masalah ini.

 

Kenali Bahaya Overfeeding Pada Bayi!

Selain memahami tanda-tandanya, Anda juga harus memahami bahaya atau risiko jika bayi mengalami overfeeding. Berikut adalah beberapa bahaya yang umum terjadi.

 

1. Obesitas di Masa Depan

Overfeeding dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak-anak di kemudian hari. Pemberian asupan makanan berlebihan akan mempengaruhi metabolisme tubuh bayi. Sel-sel lemak yang terbentuk pada masa bayi akan cenderung sulit untuk dikurangi.

Obesitas pada anak-anak dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan di kemudian hari. Risiko penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan gangguan metabolik meningkat. Pembentukan kebiasaan makan yang salah sejak bayi dapat berlanjut hingga dewasa.

Pola makan seimbang dan pemberian asupan sesuai kebutuhan sangat penting. Orangtua perlu memperhatikan jumlah dan kualitas nutrisi yang diberikan. Konsultasi dengan dokter anak dapat membantu mencegah risiko obesitas.

 

2. Gangguan Metabolisme

Overfeeding dapat mengganggu sistem metabolisme tubuh bayi secara permanen. Proses pencernaan dan penyerapan nutrisi pada tubuh bayi menjadi tidak optimal karena metabolism bayi terganggu. Gangguan metabolisme dapat menyebabkan resistensi insulin pada usia dini.

Tubuh bayi akan kesulitan mengolah karbohidrat dan lemak dengan efisien. Metabolisme yang terganggu akan memengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Distribusi energi dalam tubuh menjadi tidak seimbang.

Pemantauan asupan nutrisi dan pola makan sangat penting. Orangtua perlu memberikan makanan sesuai kebutuhan bayi. Konsultasi dengan ahli gizi dapat membantu mengoptimalkan metabolisme bayi.

 

3. Penyakit Kardiovaskular

Overfeeding dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular di masa depan. Penumpukan lemak berlebih sejak bayi dapat memengaruhi kesehatan jantung. Tekanan darah pada bayi yang mengalami overfeeding cenderung lebih tinggi.

Kerusakan sel-sel pembuluh darah dapat terjadi akibat penumpukan lemak berlebih. Proses peradangan kronik berisiko terjadi pada sistem kardiovaskular. Hal ini dapat memicu berbagai masalah kesehatan di kemudian hari.

Pola hidup sehat perlu diterapkan sejak dini. Pemberian asupan seimbang sangat penting untuk kesehatan jantung. Konsultasi dengan dokter anak diperlukan untuk pemantauan berkala.

 

4. Gangguan Pertumbuhan

Overfeeding dapat mengganggu proses pertumbuhan normal bayi. Keseimbangan nutrisi yang salah akan memengaruhi perkembangan sel dan jaringan. Kelebihan berat badan dapat menghambat aktivitas motorik bayi.

Bayi akan kesulitan bergerak dan melakukan aktivitas sesuai tahapan perkembangannya. Pertumbuhan organ-organ vital dapat terhambat karena overfeeding. Sistem pencernaan, otak, dan organ lainnya memerlukan nutrisi seimbang.

Pemantauan pertumbuhan secara berkala sangat penting. Orangtua perlu memperhatikan perkembangan bayi melalui pemeriksaan rutin. Konsultasi dengan dokter anak sangat diperlukan agar dapat membantu mengoptimalkan pertumbuhan anak.

 

5. Gangguan Sistem Imun

Overfeeding dapat melemahkan sistem imun bayi. Kelebihan nutrisi dapat mengganggu keseimbangan mikrobioma dalam tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang terganggu akan meningkatkan risiko infeksi.

Bayi menjadi lebih rentan terhadap berbagai penyakit menular. Gangguan mikrobioma usus dapat memengaruhi produksi antibodi. Sistem pertahanan tubuh menjadi lemah dan tidak mampu melawan patogen.

Pemberian nutrisi seimbang sangat penting untuk menjaga sistem imun. Orangtua perlu memperhatikan kualitas dan kuantitas asupan makanan. Konsultasi dengan dokter anak dapat membantu menjaga kesehatan sistem imun bayi.

 

Bagi orang tua, sangat penting memahami tanda dan bahaya overfeeding pada bayi agar terhindar dari hal tersebut. Overfeeding ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan bayi jika tidak segera dicegah. Lakukan konsultasi dengan dokter laktasi di KMNC untuk mengetahui kebutuhan asi bayi secara tepat, untuk menghindari resiko overfeeding.  Jangan ragu untuk bertanya seputar tips-tips perawatan bayi saat berkonsultasi dengan dokter. Hubungi Bumin (+62 811-1028-232) untuk informasi harga layanan dan pendaftaran.

 

Referensi:

 

Tummy Time untuk Bayi Baru Lahir? Sudah Boleh Belum Dok?

Tummy Time adalah kegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat untuk si kecil lakukan. Harus ibu ketahui sangat penting bagi si kecil melakukan tummy time setiap hari, karena dapat membantu si kecil untuk melatih kekuatan di bagian kepala, leher, bahu dan lengan mereka. Si kecil bisa mulai dilatih melakukan tummy time sejak saat ibu membawanya pulang ke rumah. Latihan dasar yang dapat dilakukan adalah dengan meletakkan si kecil di atas dada ibu atau ayah. Lakukan selama beberapa menit setiap harinya sampai si kecil bisa tengkurap dalam jangka waktu yang lebih lama. Ibu dan ayah harus melakukan tummy time dengan pengawasan penuh terhadap si kecil, pastikan si kecil dalam keadaan sadar dan terbangun saat tummy time untuk menghindari resiko sindrom kematian bayi mendadak. Simak penjelasan lebih lanjut mengenai waktu dan cara melakukan tummy time yang tepat.

 

Apa Itu Tummy Time?

Tummy Time adalah latihan pertama dan sangat penting untuk si kecil lakukan. Tummy time untuk bayi dilakukan dengan cara menstimulasi bayi untuk tengkurap. Si kecil dapat dilatih dengan tummy time sejak newborn, dan ibu terus melanjutkan kegiatan si kecil sepanjang satu tahun pertama. Kegiatan ini berperan penting dalam perkembangan kemampuan untuk berguling, merangkak, duduk, dan berjalan si kecil.

Si kecil mungkin akan memberikan respon yang berbeda-beda saat melakukan tummy time. Saat ditengkurapkan si kecil akan berusaha untuk menopang lehernya  dan merespon marah, sedikit rewel dan bisa saja si kecil langsung merasa senang. Perlu ibu ketahui jika si kecil sudah menangis, itu adalah tanda si kecil harus beristirahat. 

 

Berapa Lama Durasi Tummy Time Si Kecil?

Pada bayi yang baru lahir tummy time dianjurkan untuk dilakukan selama 1 sampai 2 menit saja. Metode yang dilakukan adalah meletakkan bayi di dada ibu ataupun ayah. Setelah tali pusat si kecil puput, tummy time dapat dilakukan dengan matras atau media yang aman bagi si kecil. Seiring pertumbuhan si kecil, ibu dan ayah bisa menambahkan durasi tummy time si kecil. 

Ketika menginjak usia 5-6 bulan si kecil sudah mulai bisa berguling ke depan atau ke belakang saat melakukan tummy time. Pada saat itu juga si kecil mungkin mulai untuk mencoba mendorong diri nya untuk berusaha bangun agar bisa mencapai posisi duduk. Ibu dan ayah masih bisa untuk terus melakukan tummy time ketika si kecil sudah berhasil mencapai tahap tersebut. Manfaat tummy time akan terus membantu perkembangan otot si kecil yang akan dibutuhkan untuk posisi duduk dengan durasi yang cukup lama, merangkak, dan juga berjalan nantinya.

 

Bagaimana Cara Melakukan Tummy Time untuk Bayi?

1. Memastikan Si Kecil dalam Keadaan

Ayah dan ibu harus memastikan si kecil bangun saat ingin melakukan tummy time. Tummy time bisa dilakukan setelah si kecil mandi atau bangun dari tidur siangnya. Cara yang sederhana untuk melakukan tummy time yaitu dengan menyiapkan dan membentangkan selimut atau karpet di area lantai yang bersih dan datar. Setelah itu ayah dan ibu hanya perlu untuk meletakkan si kecil pada posisi tengkurap.

2. Lakukan Selama 3-5 Menit dan Meningkat Secara Bertahap

Ayah dan ibu bisa melakukan hal tersebut selama 3-5 menit, dan lakukan penambahan waktu seiring si kecil semakin kuat. Namun, pada bayi yang baru lahir ayah dan ibu bisa meletakkan si kecil dalam dekapan dada atau bisa juga menggunakan bantuan bantal bayi. Letakkan bantal di atas selimut, lalu letakkan perut si kecil di atas bantal, dengan lengan dan bahu disandarkan di atasnya. Lakukan tummy time selama 1-2 menit saja pada bayi yang baru lahir.

3. Harus Selalu Diawasi

Ayah dan ibu harus selalu mengawasi dan memperhatikan si kecil saat melakukan tummy time. Saat si kecil mulai berubah posisi atau tergelincir dari bantalnya, ayah dan ibu harus segera membenarkan posisi si kecil kembali seperti semula. Mainan yang sesuai dengan umur si kecil juga bisa diletakkan saat tummy time untuk melatih kemampuan sensorikya.

4. Menggunakan Cermin atau Mainan

Ketika si kecil sudah memiliki penglihatan yang cukup jelas, ayah dan ibu juga bisa meletakkan cermin atau mainan didepan si kecil untuk meningkatkan perkembangan visual si kecil. Ayah dan ibu bisa melakukan tummy time di dalam ruangan dan juga luar ruangan secara bergantian agar si kecil tetap senang saat tummy time.

 

Manfaat Tummy Time

Seperti penjelasan sebelumnya, tummy time sangat penting untuk perkembangan si kecil. Berikut penjelasan mengenai manfaat tummy time yang harus ibu dan ayah ketahui.

1. Membantu Memperkuat Otot Leher dan Bahu

Saat si kecil dalam keadaan tengkurap, maka ia akan berusaha sekuat tenaga untuk menopang lehernya. Hal inilah yang membuat otot-otot pada area leher, bahu, dan lengan akan terlatih menjadi kuat.

2. Meningkatkan Motorik Kasar

Tummy time akan melatih otot si kecil menjadi kuat, pada saat itu juga si kecil akan terstimulasi untuk mendorong dan menendang dengan kuat, sehingga sangat bagus untuk motorik kasarnya dan akan membuat si kecil lebih cepat dan siap untuk merangkak dan berjalan nantinya.

3. Mencegah Sindrom Kepala Datar

Pada masa newborn si kecil akan memiliki kepala yang cukup lunak dan lembut. Jika ibu membiarkan terlalu lama si kecil terbaring sepanjang hari bisa menyebabkan sindrom kepala datar pada si kecil. Melakukan hal tersebut akan membantu untuk mencegah hal tersebut dan membuat bentuk kepala si kecil tetap bulat sempurna.

4. Meningkatkan Kemampuan Sensorik 

Saat melakukan tummy time si kecil akan merasakan tekstur-tekstur dari benda didekatnya seperti selimut, karpet, dan mainan yang bisa ayah dan ibu berikan. Hal ini akan mengasah kemampuan sensorik si kecil.

 

Tummy time sangat bermanfaat untuk perkembangan otot kepala, leher, bahu, dan lengan si kecil. Kegiatan ini juga penting dan sangat disayangkan apabila ayah dan ibu lewati, karena pada saat itu ayah dan ibu bisa memperkuat ikatan dengan si kecil. Ayah dan ibu bisa membacakan buku, bernyanyi, dan bermain dengan si kecil. Pastikan bahwa ayah dan ibu selalu mengawasi si kecil saat tummy time, dan jangakan meninggalkan si kecil sendirian. Akan berbahaya jika si kecil sampai tertidur dalam keadaan tengkurap. 

 

Jika ayah dan ibu memiliki kekhawatiran dalam melakukan tummy time atau memiliki keluhan mengenai tumbuh kembang si kecil, segera konsultasikan pada dokter anak di Kosambi Maternal and Children Center. Kami akan senantiasa membantu ayah dan ibu mengenai tumbuh kembang si kecil. Kunjungi website kami di kmnc.co.id. Hubungi bumin untuk informasi lebih lanjut.

 

Referensi

Pathways. (2023). Tummy time. Diakses Pada Oktober 16, 2024, dari https://pathways.org/topics-of-development/tummy-time/

Rao, P. (2023, January 19). Tummy time: What parents need to know. Healthline. Diakses pada October 16, 2024, from https://www.healthline.com/health/parenting/tummy-time#tummy-time-by-age

National Institute of Child Health and Human Development. (2020). Tummy time. Safe to Sleep. Diakses pada October 16, 2024, from https://safetosleep.nichd.nih.gov/reduce-risk/tummy-time

Tanda-tanda Tongue Tie: Kapan Harus Berkonsultasi dengan Dokter?

Si Kecil Kesulitan saat Menyusu atau Mengalami Gangguan Bicara? Mungkin Tanda Tongue Tie!

Memastikan tumbuh kembang si kecil baik, bisa dimulai dengan memastikan kegiatan menyusui yang berhasil. Ibu harus mengetahui keberhasilan menyusui bayi berhubungan erat dengan metode menyusui yang benar. Jika si kecil menunjukan tanda adanya masalah saat menyusui seperti mudah tersedak, durasi menyusui yang cukup lama dan puting juga mudah terlepas, ibu harus mewaspadai keadaan tersebut. Mungkin itu adalah tanda tongue tie pada si kecil.

Tongue tie bisa saja akan membuat si kecil kesulitan untuk menjulurkan lidah. Kemampuan berbicara si kecil pun mungkin akan terganggu. Akan membuat rasa yang tidak nyaman juga pada saat kegiatan makan si kecil. Akan tetapi, biasanya tidak akan muncul masalah pada beberapa kasus ringan tongue tie. Tindakan operasi kecil mungkin akan dilakukan jika indikasi pada tongue tie sudah termasuk ke dalam kasus yang parah.

 

Apa Itu Tongue Tie?

Tongue tie atau ankyloglossia yang biasanya disebut juga dengan lip tie adalah keadaan yang biasanya dialami si kecil sejak berada di dalam kandungan. Tongue tie bisa terbentuk karena adanya mutasi gen yang diwariskan dan bersifat dominan. Frenulum akan berbentuk lebih ketat dan tebal pada si kecil yang mengalami tongue tie, atau dapat dikatakan frenulum si kecil lebih pendek dari anak-anak pada umumnya. Frenulum adalah jaringan kecil yang berada di bawah lidah yang terhubung dengan dasar mulut. Kondisi ini memungkinkan si kecil saat menggerakan atau menjulurkan lidah lho  bunda. 

Jika si kecil mengalami tongue tie dengan kasus yang ringan maka gejala yang muncul hanya terlihat seperti lipatan kecil jaringan yang menahan ujung lidah. Namun pada kasus yang cukup parah gejala yang muncul adalah seluruh bagian lidah akan terhubung dengan dasar mulut. Hal ini yang dapat menyebabkan si kecil memiliki hambatan saat berbicara atau saat makan, bahkan kesulitan saat menyusu sehingga dapat mengakibatkan kurangnya asupan ASI si kecil.

Tongue tie tidak akan mengganggu perkembangan bicara anak, namun memungkinkan si kecil kesulitan dalam pelafalan pada huruf-hurf tertentu yang membutuhkan gerakan lidah, seperti huruf “L” dan “R”. Setidaknya sekitar 10% bayi baru lahir mengalami tongue tie.

 

Tanda-tanda Tongue Tie

Frenulum atau jaringan dibawah lidah si kecil yang terhubung langsung dengan dasar mulut akan terlihat lebih pendek dan tebal jika si kecil mengalami tongue tie. Ibu juga bisa lho, melihat ciri fisik lainnya dari tongue tie, yaitu lidah si kecil akan terlihat seperti bentuk hati atau love saat diangkat kearah atas atau dijulurkan ke arah luar. Tidak hanya itu saja lho, tongue tie juga memiliki gejala lain seperti berikut.

  • Sering lepas ketika menyusu.
  • Lidah bayi tidak menempel.
  • Durasi menyusu lebih lama.
  • Menangis mudah tersedak ketika menyusu.
  • Susah menelan dan menggerakkan lidah ke arah samping.
  • Berat badan turun atau sulit untuk menaikkan berat badan.
  • Si kecil kesulitan dalam melafalkan huruf seperti “t,” “th,” “d,” “r,” “l,” dan “s.”
  • Kesulitan ketika menjilat es krim atau permen.
  • Kesulitan untuk memainkan alat musik tiup.

 

Kapan Harus Konsultasi ke Dokter?

Ibu harus tahu tanda-tanda tongue tie dan konsultasikan sedini mungkin apabila si kecil menunjukkan tanda-tanda di bawan ini.

  • Muncul gejala atau tanda-tanda dari tongue tie yang sudah dijelaskan sebelumnya.
  • Dokter konselor laktasi atau dokter anak memberikan keterangan bahwa si kecil mengalami kesulitan saat menyusui atau berbicara yang mungkin disebabkan oleh tongue tie.
  • Si kecil sering mengeluh tidak nyaman atau rasa sakit pada saat makan.
  • Si kecil mengalami masalah pada mulut atau gigi yang disebabkan oleh kebersihan area mulut yang buruk. Pada umumnya yang terjadi adalah karies pada gigi.

 

Tindakan untuk Tongue Tie

Tidak semua kasus tongue tie memerlukan pengobatan. Beberapa profesional kesehatan merekomendasikan untuk melakukan perawatan dengan segera. Namun ada juga yang memilih pendekatan “tunggu dan lihat.” Spesialis THT (telinga, hidung, dan tenggorokan) biasanya bekerja sama dengan konsultan laktasi dan terapis wicara untuk menentukan opsi perawatan yang paling sesuai untuk setiap pasien. Jika dalam kasus tongue tie memerlukan tindakan, maka prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 

1. Frenotomy

Frenotomy atau frenectomy adalah proses tindakan frenotomi meliputi operasi kecil yaitu pemotongan frenulum dengan menggunakan laser atau gunting steril. Prosedur ini memiliki risiko yang rendah, meminimalisir rasa sakit dan pendarahan, dan juga waktu penyembuhan yang relatif cepat. Namun dalam melakukan prosedur harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi cedera pada kelenjar, saluran, dan saraf yang berada di bawah lidah. Setelah tindakan ini bayi dapat segera menyusu kembali.

2. Frenuloplasty

Frenulopalsty biasanya dilakukan apabila prosedur tongue tie sebelemnya tidak berhasil. Prosedur frenulopalsty dilakukan dengan bius lokal. Dokter bedah akan menggunakan alat khusus untuk memotong frenulum ungual dari lidah kemudian menjahit luka dengan pola tertentu.

 

Tongue tie atau ankyloglossia adalah kondisi yang dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk menghisap saat menyusu, berbicara, dan pertumbuhannya apabila si kecil tidak mendapatkan ASI yang cukup akibat kesulitan pada kegiatan menyusui. Meskipun tidak seluruh kasus tongue tie memerlukan tindakan, penting untuk mengetahui tanda tongue tie yang mungkin muncul pada si kecil. Dengan diagnosis yang tepat dan tindakan yang sesuai tongue tie dapat diatasi dengan berbagai metode, seperti terapi ataupun bedah.

Saat ini Ibu tidak perlu khawatir, apabila Ibu dan Ayah melihat adanya tanda-tanda yang tidak normal pada tumbuh kembang si kecil. Ibu dan ayah dapat konsultasikan langsung pada dokter anak di Kosambi Maternal and Children Center (KMNC). Kami akan selalu bersedia membantu masalah si kecil dengan solusi terbaik dan memastikan si kecil tumbuh dan berkembang dengan baik. Ibu dan ayah dapat mengunjungi website resmi KMNC atau hubungi bumin via whatsapp (+62 811-1028-232) untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.

 

Referensi 

Healthgrades. (September 22, 2022.). Frenectomy: What you need to know. diakses pada October 4, 2024, dari https://www.healthgrades.com/right-care/oral-health/frenectomy

Healthline. (July 31, 2020). Tongue tie in babies: Causes, symptoms, and treatment. Diakses pada Oktober 4, 2024, dari https://www.healthline.com/health/baby/tongue-tie

Mayo Clinic. (Aug. 02, 2024). Tongue tie: Symptoms and causes. Diakses pada Oktober 4, 2024, dari https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/tongue-tie/symptoms-causes/syc-20378452

NHS. (20 March, 2024). Tongue tie. Diakses Oktober 4, 2024, dari https://www.nhs.uk/conditions/tongue-tie/

Verywell Health. (December 05, 2023). What is a frenulotomy? Diakses pada Oktober 4, 2024, dari https://www.verywellhealth.com/what-is-a-frenulotomy-1192054

Wang, Y., & Liu, X. (2020). Treatment of ankyloglossia with frenotomy, frenectomy, and frenuloplasty: A review. Journal of Clinical Medicine, 9(10), 3150. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7859174/

WebMD. (n.d.). Tongue tie in babies: What parents need to know. Diakses pada Oktober 4, 2024, dari https://www.webmd.com/children/tongue-tie-babies#1

7 Cara Mencegah Monkeypox pada Anak

Cacar monyet atau monkeypox adalah salah satu penyakit menular yang masih tergolong langka dan termasuk penyakit zoonosis yang artinya bahwa penyakit ini dapat menyebar antara hewan dan manusia. Penderita monkeypox biasanya akan mengalami ruam-ruam yang menyakitkan, demam, sakit kepala, nyeri pada punggung dan otot bahkan dapat mengalami pembengkakan pada kelenjar getah bening. Meskipun monkeypox masih tergolong jarang pada anak-anak, para orang tua tetap harus mengetahui bagaimana cara mencegah monkeypox agar anak-anak dapat terhindar dari penyakit ini.

 

Proses Penularan Monkeypox

Monkeypox dapat ditularkan oleh seseorang melalui sentuhan pada hewan yang terinfeksi, orang yang terinfeksi, hingga bahan-bahan yang terkontaminasi virus monkeypox. Bakan virus ini  dapat menular ke janin melalui plasenta ibu hamil. Virus monkeypox disebarkan dari hewan ke manusia melalui gigitan hingga cakaran hewan yang terinfeksi tersebut, selain itu penyebarannya juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan cairan tubuh atau luka pada orang yang terinfeksi atau dengan bahan-bahan yang telah digunakan oleh orang yang terinfeksi seperti pakaian atau alat makan.

Baca juga: 7 Tips yang Dilakukan saat Anak Kejang Demam!

 

Tanda dan Gejala Monkeypox

Orang yang mengalami mpox sering ditandai dengan ruam-ruam yang muncul di beberapa titik pada tubuh, diantaranya wajah, dada, tangan, kaki, mulut, bahkan area terdekat dengan kelamin. Gejala lain yang ditimbulkan dapat berupa demam, panas dingin, sakit kepala, nyeri otot dan punggung, pembengkakan pada kelenjar getah bening, hingga gejala pernapasan seperti sakit di tenggorokan, hidung tersumbat, dan batuk-batuk.  Mpox memiliki masa inkubasi selama 3-17 hari.

 

Cara Mencegah Monkeypox pada Anak

Terdapat beberapa cara mencegah monkeypox yang dapat dilakukan, diantaranya:

1. Hindari kontak langsung dengan hewan yang sakit atau terinfeksi monkeypox

Penting untuk menghindari interaksi dengan hewan yang menunjukkan gejala penyakit, seperti ruam atau demam, karena monkeypox dapat menular dari hewan ke manusia. Jika anak menemukan hewan yang tidak sehat, segera laporkan kepada pihak berwenang untuk penanganan yang tepat.

2. Hindari orang yang terinfeksi monkeypox

Penyakit ini juga dapat menular antar manusia melalui kontak langsung. Sebaiknya anak dihindarkan dari individu yang diketahui terinfeksi monkeypox, terutama jika mereka menunjukkan gejala yang jelas. Hal ini dapat mengurangi risiko penularan dan menjaga kesehatan anak.

3. Pantau kesehatan hewan peliharaan apakah memiliki gejala monkeypox

Selalu perhatikan kesehatan hewan peliharaan di rumah. Jika hewan peliharaan menunjukkan tanda-tanda tidak sehat, segera bawa ke dokter hewan. Mengawasi kondisi kesehatan hewan dapat mencegah potensi penularan penyakit kepada anak.

4. Rutin mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir

Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir adalah langkah penting untuk menjaga kebersihan dan mencegah penyebaran berbagai penyakit, termasuk monkeypox. Ajarkan anak untuk mencuci tangan secara rutin, terutama setelah bermain di luar atau sebelum makan.

5. Melakukan vaksinasi

Vaksinasi dapat menjadi salah satu cara pencegahan yang efektif. Meskipun vaksin khusus untuk monkeypox belum tersedia secara luas, mengikuti program vaksinasi yang direkomendasikan oleh dokter dapat membantu melindungi anak dari berbagai penyakit menular.

6. Tingkatkan imunitas tubuh anak agar tidak mudah terkena monkeypox

Meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak melalui pola makan sehat, olahraga teratur, dan cukup tidur sangat penting. Dengan sistem imun yang kuat, anak akan lebih mampu melawan infeksi dan penyakit, termasuk monkeypox.

7. Pantau gejala dan perkembangan monkeypox

Selalu awasi anak untuk mendeteksi gejala awal monkeypox, seperti ruam, demam, dan nyeri otot. Jika anak menunjukkan gejala tersebut, segera konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Pemantauan dini sangat penting untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.

Baca juga : Tips Mengasuh Anak di 1 Tahun Pertama

 

Kesimpulan

Pencegahan monkeypox pada anak diperlukan perhatian khusus pada kebersihan, menghindari kontak langsung dengan hewan atau orang yang terinfeksi, serta memastikan lingkungan yang aman dan bersih. Dengan melakukan peningkatan kesadaran dan terus menjaga kesehatan, orang tua dapat melindungi anak-anak mereka dari resiko penyebaran monkeypox hingga penyakit lainnya. Pastikan untuk selalu memantau perkembangan informasi terkait monkeypox dari sumber-sumber terpercaya, dan konsultasikan dengan dokter spesialis anak di KMNC jika Anda memiliki kekhawatiran terkait kesehatan anak Anda.

 

Referensi:

Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) (06, Januari 2023) PENYAKIT CACAR MONYET (MONKEYPOX) DAN YANG PERLU KITA TAHU TENTANGNYA. Diakses pada 09 Oktober 2024 dari 

https://b2p2vrp.litbang.kemkes.go.id/r-penyakit-cacar-monyet-monkeypox-dan-yang-perlu-kita-tahu-tentangnya

U.S. CENTERS FOR DISEASE CONTROL AND PREVENTION, (2024, 6 Agustus) About Mpox, Diakses pada 5 Oktober 2024 dari

https://www.cdc.gov/mpox/about/?CDC_AAref_Val=https://www.cdc.gov/poxvirus/mpox/about/

World Health Organization, (2024, 26 Agustus), Mpox. Diakses pada 5 Oktober 2024, dari https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mpox

Privacy Settings
We use cookies to enhance your experience while using our website. If you are using our Services via a browser you can restrict, block or remove cookies through your web browser settings. We also use content and scripts from third parties that may use tracking technologies. You can selectively provide your consent below to allow such third party embeds. For complete information about the cookies we use, data we collect and how we process them, please check our Privacy Policy
Youtube
Consent to display content from - Youtube
Vimeo
Consent to display content from - Vimeo
Google Maps
Consent to display content from - Google
Spotify
Consent to display content from - Spotify
Sound Cloud
Consent to display content from - Sound